Monday, April 1, 2019

HEADLINE: Dilawan Fatwa hingga Pidana, Siapa Merugi Jika Golput Masih Tinggi?

Majelis Ulama Indonesia (MUI) turut bereaksi atas kekhawatirkan tingginya angka golput pada Pemilu Serentak 2019. MUI pun mengeluarkan fatwa tentang kewajiban pemilih untuk memilih pemimpinnya saat 17 April 2019 mendatang.

Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) angka golput pada pemilu 2004 golput sebesar 23, 3 persen. Pada pemilu 2009, angka golput 27,45 persen dan 30,42 persen pada pemilu 2014.

"Wajib memilih pemimpin," kata Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia, Amirsyah saat dihubungi Liputan6.com.

MUI tidak mengharamkan mereka yang golput. Namun sikap itu sangat disayangkan, apabila ada calon pemimpin yang memenuhi syarat untuk dipilih. 

"Sidiq artinya benar, jujur. Amanah dipercaya, tablig mampu berkomunikasi, fatonah cerdas. Nah yang telah memenuhi syarat itu, wajib dipilih. Bagi yang tidak melakukan pemilihan tapi (calon pemimpinnya) sudah memenuhi syarat, itu hukumnya haram," terang Amirsyah.

Sekjen MUI, Anwar Abbas mengungkapkan alasan pihak mengeluarkan fatwa wajib memilih pemimpin pada Pemilu Serentak 2019. Selain karena angka golput yang tinggi, Indonesia butuh pemimpin yang dihasilkan dari partisipasi rakyatnya. 

"Latar belakang fatwa itu karena kami mengeluarkan fatwa tersebut, karena kita ini kan butuh pemimpin. Lalu MUI memberikan guide (rambu-rambu). Jadi silakan dinilai siapa antara pemimpin-pemimpin itu yang punya sifat sidiq, amanah, tablig, dan fatonah," tutur Anwar kepada Liputan6.com.

Menurut Anwar, bangsa Indonesia akan rugi jika rakyatnya tidak ikut berpartisipasi dalam menentukan pemimpin.

"Masyarakat tanpa pemimpin? Kacau itu. Jadi kalau ada orang tidak memilih, ya artinya dia tidak menjalankan fungsinya sebagai rakyat," kata Anwar.

Anwar pun berharap, fatwa ini bisa membantu menekan angka golput pada Pemilu Serentak 2019. Sehingga cita-cita bangsa Indonesia mempunyai pemimpin yang terbaik bisa terwujud.

Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Ace Hasan Syadzily sepakat dengan fatwa yang dikeluarkan MUI tentang kewajiban pemilih menggunakan hak suaranya pada Pemilu Serentak 2019.

Menurut Ace, fatwa tesebut bisa membantu menekan angka golput dalam pesta demokrasi lima tahunan.

"Itu kan sebetulnya dorongan agar masyarakat memanfaatkan hak pilihnya dengan sebaik-baiknya. Karena satu suara itu memiliki makna. Jadi, kami setuju dengan fatwa tersebut, supaya masyarakat dapat menggunakan hak pilihnya dengan sebaik-baiknya," ungkap Ace kepada Liputan6.com.

Ace menambahkan, memilih pemimpin merupakan perintah agama. Menurutnya, dalam Alquran juga disebutkan memilih pemimpin bagian dari kewajiban.

"Jangan sampai suara kita terbuang dan sia-sia. Ini momentum yang baik untuk terus memperbaiki bangsa kita melalui mekanisme pemilu, baik pilpres maupun pemilihan legistalif," tambah Ace.

Berdasarkan hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin lebih dirugikan daripada Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno jika angka golongan putih (golput) tinggi.

Dalam segmen pemilih minoritas, Jokowi-Ma'ruf dirugikan jika mereka melakukan golput. Karena, dalam segmen ini pasangan nomor urut 01 ini unggul dari Prabowo-Sandi sebanyak 68,7 persen.

Segmen pertama ini pasangan Jokowi-Ma'ruf mendapat 80,3 persen dan sedangkan pasangan Prabowo-Sandi pemilihnya hanya 11,6 persen.

Lalu, pada segmen kedua di pemilih wong cilik, pasangan Jokowi-Ma'ruf juga dirugikan bila banyak golput. Karena pada segmen ini Jokowi-Ma'ruf unggul 36,3 persen. Dalam segmen ini, Jokowi-Ma'ruf meraih 63,7 persen dan Prabowo-Sandi hanya 27,4 persen.

Bukan hanya itu, pasangan Jokowi-Ma'ruf juga dirugikan dalam segmen pemilih milenial bila angka golputnya tinggi. Pasangan Jokowi-Ma'ruf unggul 22,0 persen dalam segmen pemilih milenial. Jokowi-Ma'ruf meraup 56,5 persen dan pasangan Prabowo-Sandi hanya 34,5 persen.

Namun Ace tak sepakat dengan hasil survei ini. Ia berpendapat angka golput yang tinggi tak hanya merugikan calon presiden dan wakil presiden saja, melainkan juga semua peserta pemilu. Lebih jauh lagi, merugikan bangsa dan negara.

"Tentu, golput itu tentu bukan hanya akan merugikan kami. Tapi merugikan untuk bangsa, karena hak pilih itu kan penting untuk dimiliki setiap warga negara untuk dipergunakan sebaik-baiknya," tutur Ace.

Meyakinkan pemilih untuk menggunakan hak suaranya pada 17 April 2019 penting dilakukan. Hal ini juga dilakukan TKN Jokowi-Ma'ruf Amin.

Selain menyampaikan visi dan misi Jokowi-Maruf kepada pemilih, TKN juga menyosialisasikan pentingnya rakyat menggunakan hak suaranya di tempat pemungutan suara (TPS).

"Sekarang ini kami lagi melakukan door to door campaign ya, bekerja keras untuk mendatangi setiap rumah dan meyakinkan mereka bahwa kita harus mencari pemimpin yang betul-betul bisa bekerja untuk kepentingan rakyat. Dan itu bisa tercermin dari kepemimpinannya Pak Jokowi, jangan sampai kita mencari pemimpin yang coba-coba gitu," tambah Ace.

Fatwa MUI yang mewajibkan pemilih menggunakan hak pilihnya pada Pemilu Serentak 2019 juga didukung Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Priyo Budi Santoso.

"Kami menyambut gembira keputusan itu (Fatwa haram golput)," kata Priyo pada Liputan6.com.

Priyo menyebut pihaknya sudah sejak awal meminta pendukungnya agar tidak golput. "Kita sudah lama menyerukan kepada semua kalangan dan seluruh rakyat untuk berduyun-duyung gunakan hak pilihnya 17 April nanti," ucapnya.

Priyo yakin, tingginya partisipasi pemilih pada Pilpres 2019 akan menguntungkan Prabowo-Sandiaga. "Ya, pemilih 02 akan membludak," ucapnya

Sementara itu, menanggapi hasil survei yang menyebut pihak 02 yang akan dirugikan dengan fenomena banyaknya golput, Priyo membantah anggapan tersebut.

"Jika banyak golput yang paling dirugikan 01. Dukungan mereka cair dan cenderung dimobilisasi. Berbeda dengan pemilih Prabowo-Sandi, lebih militan," tambah Priyo.

Sementara, Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno Jansen Sitindaon menyebut, angka golput yang tinggi malah merugikan pelaksanaan pemilu itu sendiri.

Menurut Jansen, pemilu yang berjalan tidak sukses sama saja merugikan keuangan negara. Apalagi, untuk Pemilu Serentak 2019, pemerintah menggelontorkan anggaran Rp 24,7 triliun.

"Itu sama seperti pesta resepsi pernikahan, makanan banyak sisa. Yang diundang 180 juta, yang datang cuma 100 juta, 80 juta lagi enggak datang itu kan sisa-sisa makanannya banyak, rugikan jadinya," ungkap Jansen ketika dihubungi Liputan6.com.

Selain itu, Jasen meminta KPU untuk meningkatkan partisipasi pemilih pada Pemilu Serentak 2019. Sebab anggaran Rp 24,7 triliun sudah cukup bagi KPU untuk menyosialisasikan pentingnya masyarakat ikut Pemilu.

"Kenapa golput bisa tinggi, jangan-jangan banyak masyarakat yang tidak tahu pemilu tanggal 17 April. Karena Indonesia ini besar sekali, luas sekali, jangan dipikir masyarakat Indonesia ini hanya tinggal di kota saja," tambah Jansen.

Jansen percaya bahwa pemilu tahun ini bisa menekan angka golput. Sebab pemilih tidak harus bolak balik TPS lagi untuk menggunakan hak pilihnya. Cukup satu hari saja, karena pileg dan pilpres digelar serentak.

"Harusnya sih angka golputnya di bawah yang lalu. Kalau yang lalu itu kan pileg dulu, habis pileg 3 bulan kemudian pilpres. Jadi malas mungkin kan, tapi tahun ini kan satu kali," kata Jansen.

Let's block ads! (Why?)



April 02, 2019 at 12:00AM from Berita Hari Ini Terbaru Terkini - Kabar Harian Indonesia | Liputan6.com https://ift.tt/2HRkUQs
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment