Tuesday, April 30, 2019

Menuju Peradilan Aceh yang Berprinsip Kesetaraan Gender

Liputan6.com, Banda Aceh - Perempuan dan anak masih termaginalkan dalam hal perlindungan dan pemenuhan hak dalam peradilan. Di samping itu, perempuan dan anak sering menanggung beban psikologis sejak menjalani proses hukum hingga kembali ke tengah masyarakat. 

Kondisi ini akibat prinsip kesetaraan gender belum sepenuhnya diterapkan di dalam sistem peradilan. Seyogianya, prinsip kesetaraan gender dapat melindungi dan memenuhi hak perempuan dan anak.

"Akses bagi perempuan untuk mendapat layanan hukum termasuk keringanan biaya, menjadi faktor penting prinsip kesetaraan gender dalam peradilan," ujar Manajer Komunikasi AIPJ2, Mira Renata, kepada Liputan6.com, di sela pelatihan bertajuk perlindungan perempuan berhadapan dengan hukum dan kepentingan terbaik bagi anak di Banda Aceh, Senin (29/4/2019).

Pelatihan ini bertujuan agar para hakim, baik Mahkamah Syar’iyah maupun pengadilan umum mampu menerapkan prinsip kesetaraan gender dalam menangani proses hukum bagi perempuan dan anak. Baik perkara keluarga maupun pidana, termasuk perkara jinayah (tindak pidana dalam hukum pidana Islam).

Hadir dalam pelatihan 35 orang hakim, perwakilan pemerintah daerah, dan organisasi masyarakat sipil. Pelatihan ini digelar Mahkamah Syar'iyah dan Kementerian PPN/Bappenas, didukung Australia Indonesia Partnership for Justice 2.

"Pelatihan ini juga dimaksudkan untuk menarasikan adanya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat Aceh dengan Mahkamah Syar’iyah untuk dapat melakukan perlindungan bagi perempuan dan anak melalui pelaksanaan putusan yang dapat dilaksanakan," kata Renata.

Banyak kasus membuktikan perlindungan dan pemenuhan hak perempuan dan anak dalam peradilan masih minim. Dalam perkara perceraian, misalnya, kewajiban mantan suami menafkahi mantan istri dan anak seringkali tidak dilakukan kendati itu putusan hakim.

"Belum lagi, dalam penanganan perkara pidana dan jinayah yang seringkali dilaksanakan dengan belum memperhatikan apakah hak korban dapat terlindungi," jelas Renata.

Kondisi ini menyebabkan perempuan dan anak menanggung beban psikologis dan tekanan dari lingkungan. Hal ini sering dialami sejak awal proses hukum berlangsung hingga kembali ke tengah masyarakat.

"Dalam hal prinsip kesetaraan gender, para hakim juga diharapkan agar lebih peka terhadap kebutuhan dan perlindungan korban perempuan dan anak, dengan tentunya memperhatikan Perma Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum," sebutnya.

Let's block ads! (Why?)



May 01, 2019 at 01:00AM from Berita Hari Ini Terbaru Terkini - Kabar Harian Indonesia | Liputan6.com http://bit.ly/2ZIIhRH
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment