Tuesday, April 30, 2019

Telan Rp 48,2 Triliun, Jalur Sutra Hubungkan China hingga Arab

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai proyek Belt and Road Initiative (BRI) atau jalur sutra akan memberatkan rakyat Indonesia. Saat ini ada 28 proyek besar senilai USD 91,1 miliar atau setara Rp 1.295,8 triliun yang ditawarkan pemerintah kepada China.

Ke-28 proyek tersebut ditawarkan saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) kedua The Belt and Road Initiative atau Jalur Sutra pada April 25-28 April di Beijing, China.

Manager Kampanye Walhi, Yuyun Harmono menyebutkan, Belt and Road Initiative  berpotensi menjebak negara mitra dalam jerat utang. "Masih banyak sekali muncul beberapa kritik yang ada, menjebak negara-negara mitra dalam jebakan utang," kata dia di kantor Walhi, Jakarta, Senin (29/4/2019).

Selain itu, dia mengungkapkan proyek jalur sutra tidak peka dengan isu lingkungan global yang tengah gencar dilakukan oleh negara-negara lain, terutama sejak adanya kesepakatan Paris mengenai komitmen pengurangan emisi di masing-masing negara yang bergabung dimana setiap negara berkomitmen untuk selalu memperhatikan perubahan iklim dan lingkungan hidup. 

Selanjutnya adalah proyek-proyek tersebut juga berpotensi bahkan kerap menjadi ladang korupsi bagi oknum yang tidak bertanggung jawab. Salah satu contoh adalah proyek PLTU 1 di Riau dimana banyak pejabat yang terlibat yang kini telah berstatus tersangka.

"Soal praktek dari korporasi-korporasi yang terlibat justru yang mereka lakukan terjebak praktek korupsi dan lain-lain. Saya kira ini adalah kritik yang mendasar," ujarnya.

Terkait jebakan utang, dia mencontohkan kasus yang sudah terjadi di Sri Lanka. Dimana mereka tidak mampu memenuhi kewajban pembayaran utang dalam proyek pembanguna pelabuhan sehingga pada akhirnya pelabuhan tersebut jatuh ke tangan China sebagai jaminan.

Dia melanjutkan, pemerintah memang memberikan syarat bagi masuknya investasi asing dari China antara lain, pertama, investor China harus menggunakan tenaga kerja asal Indonesia. Kedua, perusahaan yang berinvestasi harus memproduksi barang yang bernilai tambah (added value).

Ketiga, perusahaan asal China wajib melakukan transfer teknologi kepada para pekerja lokal. Keempat, Pemerintah Indonesia memprioritaskan konsep investasi melalui business-to-business(B to B) bukan government-to-government (G to G). Kelima, jenis usaha yang dibangun harus ramah lingkungan.

"Kelima syarat tersebut tentu saja terlihat baik, namun perlu juga dilihat apakah selama ini proyek yang dibiayai oleh Cina melaksanakan ketentuan tersebut," ujarnya.

Let's block ads! (Why?)



April 30, 2019 at 07:00PM from Berita Hari Ini Terbaru Terkini - Kabar Harian Indonesia | Liputan6.com http://bit.ly/2IQT7jy
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment