:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2777735/original/026540700_1555150550-WhatsApp_Image_2019-04-13_at_4.18.32_PM.jpeg)
Allaster Cox, Kuasa Usaha Kedubes Australia di Indonesia menerangkan, sosis demokrasi jadi tradisi setiap pemilu berlangsung di Negeri Kangguru. Ia menyebut tradisi itu dimulai sekitar 1980-an.
Saat itu, sebuah yayasan yang hendak menggalang dana melihat peluang besar dari antrean para pemilih di tempat pemilihan setempat. Pemilu di Australia, kata dia, berlaku wajib untuk setiap warga negara yang memenuhi syarat.
"Orang yang datang itu jadi massa yang besar. Saat berdiri dalam satu lintasan, mereka lapar. Mereka perlu makan. Jadilah beli sosis itu," tutur Allaster.
Berbeda dengan stand yang dibuka di Jakarta, orang yang hendak makan sosis demokrasi harus membayar. Harganya terjangkau, sekitar 1-2 dolar Australia atau sekitar Rp 10-20 ribu.
"Semua uang yang diperoleh itu untuk charity," kata dia.
April 13, 2019 at 05:30PM from Berita Hari Ini Terbaru Terkini - Kabar Harian Indonesia | Liputan6.com http://bit.ly/2GljZFV
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment